Monday, November 7, 2016

Lepas

Dimana lagi aku dapat menemukan ketawa seperti punyamu itu, jika kau benar-benar pergi?

Dimana lagi akan aku temukan jalan pulang, jika satu-satunya rumah tak lagi ada?

Dikira aku bisa lupa?
Enak saja!

Mungkin, aku bisa melepasmu.
Tapi ketahuilah,
Yang pernah datang, tak akan benar-benar bisa dilupakan.


Monday, March 21, 2016

Gingsul

Senyummu, senyum biru pada langit
Ia seakan mengajakku untuk menggapai itu

Tapi apa kau lupa?

Perihal terbang, adakah manusia yang bisa?

Saturday, March 19, 2016

Melankoli Dini Hari

Perkenalkan! Nama saya Kobar. Dan saya adalah orang yang paling bahagia se-eks karesidenan Surakarta saat ini. Mungkin bahagia bisa datang karena apa saja. Tapi bahagia Saya bukannya tanpa sebab. Sebutlah saya melankolis, tapi dini hari itu, Saya sedang dikelilingi orang-orang utusan Tuhan yang sedang gitaran dan menyanyikan dengan lantang lagu dari Backstreet Boys berjudul “As Long As You Love Me”.
Saya adalah seorang pekerja kantoran. Rutinitas dan tekanan membuat Saya hampir menjadi robot, zombie, atau apapun itulah. Bangun jam 7 pagi, sarapan sembari nonton berita di TV, lalu mandi. Jam setengah 8 berangkat ke kantor, jam 4 pulang. Begitu terus sampai nanti, sampai ndak tau kapan. Setidaknya itu yang saya rasakan 5 tahun terakhir ini. Bagi pekerja kantoran seperti ini stres hampir menjadi momok yang setiap saat dapat datang menghinggapi. Untuk itu biasanya para pekerja kantoran ini menyempatkan untuk refreshin. Bisa berupa travelling, shopping, atau hedon. Kalau saya melihat pola para pekerja kelas menengah yang merangkak naik, jika mereka tamasya, mereka akan memilih tempat-tempat yang lagi ngetren. Misal, bisa saja ke Raja Ampat, Bunaken, atau tempat lainnya untuk menyelam. Kalau untuk pekerja kelas rendahan bisa saja tetap menyelam, atau bahasa kerennya diving, namun lebih memilih spot yang lebih terjangkau. Umbul Ponggok, Umbul Manten di daerah Klaten bisa menjadi destinasi. Untuk masalah shopping, para pekerja kelas menengah ini bisa saja pergi ke Singapura hanya untuk belanja. Atau memakai 3 cellphone sekaligus. Tentu dengan brand-brand kenamaan dan keluaran terbaru pastinya. Bagi pekerja rendahan mereka biasa berbelanja, atau lebih tepatnya jalan-jalan, ke mall yang berbasis kedaerahan. Kalau di kota saya, Kota Solo dan eks karesidennya, mall model seperti ini menjamur. Luwes adalah salah satu contohnya. Kalau di daerah agak timur Kota Solo, tepatnya di Karanganyar ada tempat bernama Plasa Palur. Untuk hal berbau hedonisme, para pekerja menengah yang berusaha mati-matian untuk merangkak naik ini biasanya nongkrong di coffee shop yang American branded. Yang rasa kopinya sama saja dengan rasa kopi sachetan namun dengan harga berkali-kali lipatnya. Atau kalau dinner harus ke restoran dengan masakan ala Korea, yang menurut Saya cara makannya susah dan cenderung membikin mencret. Mungkin karena Saya yang kelewat udik atau perut Saya yang memang bermental pribumi, jadi kurang bisa menerima makanan macam seperti itu. Atau kalau tidak, clubbing pas weekend, joget dengan mulut penuh jejalan alkohol. Atau, melihat konser band dari luar negeri. Walaupun tidak tahu siapa band itu, maupun lagu-lagunya, yang penting nonton dulu. Buat pekerja rendahan kayak Saya, boro-boro liat konser band luar negeri. Mending buat nyicil angsuran motor. Dan untuk urusan hangout bagi Saya, cukup di wedangan. Dengan harga murah dan terjangkau, wedangan juga memberikan bentuk refreshing yang lain buat Saya. Yaitu pertemanan.
Di wedangan ini, tepatnya Wedangan RBI, saya bertemu dengan kawan-kawan yang sepemikiran. Berawal dari obrolan yang ngalor-ngidul, bonding ini terbentuk dengan sendirinya. Mulai dari film, musik, sense of humor, hingga ke politik, kita nyambung.  Saya juga tak tahu, beririsan dengan mereka kenapa bisa begitu menyenangkan. Mungkin di kehidupan yang lampau kita ini sekawanan serigala mungkin, atau bisa juga di kehidupan lampau kita ini saudara, satu ayah satu ibu. Atau karena kita mempunyai bahan obrolan yang sama, walaupun dengan sudut pandang yang berbeda-beda pastinya.
Bagi Saya, mereka ini rumah. Yang mungkin kapan saja bisa Saya singgahi. Dan kepada Kawan-kawan, sudilah kubangun rumah di hati kalian masing-masing, dan ijinkan Saya untuk pulang ke dalamnya kapan saja.

Monday, February 8, 2016

Revolusi Penanak Nasi

                Modernisasi adalah suatu keharusan. Kita sebagai manusia harus siap menerima arus modernisasi yang kian hari kian masif masuk. Obrolan wedangan yang terjadi malam ini berkutat tentang modernisasi. Revolusi industri. Pergantian teknologi, dari yang konvensional menjadi yang serba robotik. Salah satu contoh produk modernisasi yang amat sangat revolusioner adalah robot penanak nasi alias rice cooker.
                Obrolan bermula  membahas tajin, air rendaman beras yang ditanak, sebagai pengganti susu bayi. Mas Widhi yang ngebet kawin, mulai memikirkan saat nanti sudah kawin, dia akan kesulitan soal susu anaknya. Lalu saya mengusulkan untuk mengganti susu formula anak dengan tajin ini.  Mas Prawira dan Mas Is yang juga ada di wedangan tersebut merasa asing dengan apa itu tajin.  Jaman dahulu tajin bisa didapat di saat kita menanak nasi dengan cara yang konvensional. Apa itu? Jaman dulu, waktu belum ada gempuran gelombang teknologi robotik yang mewujud menjadi barang bernama rice cooker, cara memasak nasi dilakukan dengan dua kali tahapan. Yang pertama disebut ngaru, lalu dilanjut dengan adang. Ngaru adalah proses pertama, setelah beras dicuci, dimasukkan ke dalam panci, lalu di panaskan hingga air menyusut. Air yang sudah mendidih di proses ngaru inilah yang bisasa disebut tajin. Lalu setelah nasi selesai dengan proses ngaru ini dilanjutkan dengan proses yang dinamakan adang. Nasi yang sudah selesai proses karu dimasukan kedalam dandang dua lapis, dan dipisahkan oleh plat besi yang bolong-bolong. Layer bawah diisi air yang dipanaskan, layer diatasnya diisi oleh nasi setengah matang untung ditanakkan lebih lanjut oleh uap dari air yang mendidih.
                Saya kira, banyak anak muda, terutama di daerah Jawa atau bahkan di daerah Indonesia yang menggunakan nasi sebagai makanan pokok sudah asing dengan proses menanak nasi dengan cara "kuno" ini. Padahal menurut saya,. nasi yang ditanak dengan menggunakan cara "kuno" ini hasilnya lebih enak daripada nasi yang dihasilkan oleh rice cooker. Salahkan Jepang, negara yang menemukan teknologi penanak nasi penghambat produksi tajin ini. Negara pertama inilah yang mengembangkan robot penanak nasi alias rice cooker. Rice cooker ditemukan pertama kali oleh tahun 1937 oleh tentara Jepang bernama Yoshitada Minami yang saat itu menggunakan wadah kayu tahan bocor dan diberi lempengan logam bertenaga listik di dalamnya. Lempengan logam tersebut berfungsi untuk memanaskan wadah kayu yang sudah terisi beras dan air di dalamnya. Lalu teknologi ini dikembangkan oleh Mitsubishi Electric Corporation pada tahun 1945. Pada tahun 1956 Toshiba Electric Corporation menyempurnakannya dengan membuat rice cooker dengan turn off otomatis, yaitu saat beras yang ditanak sudah matang, akan mati dengan sendirinya. Memang Jepang adalah pionir dalam pembuatan alat-alat robotic semacam ini, disamping juga termasuk unggul dalam penemuan-penemuan lainnya, seperti motor, mobil, bahkan industri film porno.

                Bagi saya, orang yang berasal dari suku Jawa, juga teman-teman wedangan RBI, yang juga mayoritas dari suku Jawa, nasi adalah makanan yang amat sangat pokok. Pokoknya nasi, kalo belum makan nasi ya belum sah kegiatan makannya. Obrolan tentang tajin ini ditutup saat Mas Is, yang mencegat Cak Cak Madura penjual sate. Lalu Mas Is ini menawari semuanya, apakah berminat juga sama sate lontong ini. Mas Prawira menolak dengan alasan dia tak marem kalo hanya makan lontong, harus nasi katanya. Mindset seperti inilah mungkin yang beberapa waktu lalu membuat salah satu Menko kita, saya kurang tahu juga menteri bagian apa, menganjurkan kita untuk diet nasi. Enak saja! Kalau mau diet, ya diet saja, tidak perlu ajak-ajak kami. Orang kami ini bekerja keras banting tulang buat beli beras, lalu ditanak jadi nasi kok, eh disuruh diet nasi! Kami tidak takut gemuk!

Monday, January 25, 2016

Pertanyaan Besar

                Akar, Petir, Partikel, dan gelombang bertemu, disuatu tempat bernama Asko. Mereka tahu itu Asko dari sosok wanita yang sudah berada di situ lebih dulu yang memperkenalkan dirinya sebagai Bintang Jatuh. Keempatnya menyatu, mereka seakan bernafas bersama, bergerak bersama. Seakan sudut-sudut terkecil dalam kesadaran mereka sudah membaur. Ada satu kejanggalan, yaitu sang Bintang Jatuh tak seirama dengan keempatnya. Ketika menyadari hal tersebut, tempat yang bernama Asko tersebut mulai bergoyang dan cenderung samar, bagai kabut yang dihempas hawa panas. Bintang Jatuh berusaha meyakinkan keempatnya, namun sia-sia.
Akar dan Petir terpental keluar dan menyadari diri mereka sudah berada kembali di sudut rumah di Elektra Pop. Partikel sadar bahwa dirinya berada di puncak Bukit Jambul, disampingnya duduk sesosok lelaki setengah baya, dengan jenggot dan mata yang sama-sama terlihat lelah. Setelah melihatnya Partikel menangis sejadinya sembari menghambur ke pelukan lelaki itu. Gelombang menemukan dirinya masih di dalam pesawat. Seseorang yang tadi memperkenalkan diri sebagai Kell hanya tersenyum melihat Gelombang terbangun. Setengah tersenyum ia bertanya pada Gelombang.
“Bagaimana kabar Bintang Jatuh? Lama tak jumpa dengannya. Apa dia masih cantik?”
 “Siapa kau??” jawab Gelombang yang kaget bukan main.

                Kell melanjutkan tersenyum.

Thursday, January 14, 2016

Ternyata Senyummu Kalah Indah

Saat itu dia di sampingku
Rambutnya jatuh menghalangi mataku
Senandung samar mulai terdengar dari mulutnya
Dia memanggilku
Lalu memperlihatkan senyum yang paling indah buatku

Kubilang padanya
"Marahkah kau jika kubilang, senyummu kalah indah dengan langit senja kota Venesia?"

Sambil ketawa, aku mencari muka masamnya.
"Tapi, aku tetap memilihmu. Karena seindah apapun suasana, aku tak bisa menikahinya. Kau tau maksudku kan?"

Mulutnya masih ditekuk
Namun pipinya beradu merah dengan langit senja kota Venesia
Aku melanjutkan ketawa sembari mendayung gondola


Seorang pekerja kantoran kelas rendahan yang suka ngobrol.