Monday, February 8, 2016

Revolusi Penanak Nasi

                Modernisasi adalah suatu keharusan. Kita sebagai manusia harus siap menerima arus modernisasi yang kian hari kian masif masuk. Obrolan wedangan yang terjadi malam ini berkutat tentang modernisasi. Revolusi industri. Pergantian teknologi, dari yang konvensional menjadi yang serba robotik. Salah satu contoh produk modernisasi yang amat sangat revolusioner adalah robot penanak nasi alias rice cooker.
                Obrolan bermula  membahas tajin, air rendaman beras yang ditanak, sebagai pengganti susu bayi. Mas Widhi yang ngebet kawin, mulai memikirkan saat nanti sudah kawin, dia akan kesulitan soal susu anaknya. Lalu saya mengusulkan untuk mengganti susu formula anak dengan tajin ini.  Mas Prawira dan Mas Is yang juga ada di wedangan tersebut merasa asing dengan apa itu tajin.  Jaman dahulu tajin bisa didapat di saat kita menanak nasi dengan cara yang konvensional. Apa itu? Jaman dulu, waktu belum ada gempuran gelombang teknologi robotik yang mewujud menjadi barang bernama rice cooker, cara memasak nasi dilakukan dengan dua kali tahapan. Yang pertama disebut ngaru, lalu dilanjut dengan adang. Ngaru adalah proses pertama, setelah beras dicuci, dimasukkan ke dalam panci, lalu di panaskan hingga air menyusut. Air yang sudah mendidih di proses ngaru inilah yang bisasa disebut tajin. Lalu setelah nasi selesai dengan proses ngaru ini dilanjutkan dengan proses yang dinamakan adang. Nasi yang sudah selesai proses karu dimasukan kedalam dandang dua lapis, dan dipisahkan oleh plat besi yang bolong-bolong. Layer bawah diisi air yang dipanaskan, layer diatasnya diisi oleh nasi setengah matang untung ditanakkan lebih lanjut oleh uap dari air yang mendidih.
                Saya kira, banyak anak muda, terutama di daerah Jawa atau bahkan di daerah Indonesia yang menggunakan nasi sebagai makanan pokok sudah asing dengan proses menanak nasi dengan cara "kuno" ini. Padahal menurut saya,. nasi yang ditanak dengan menggunakan cara "kuno" ini hasilnya lebih enak daripada nasi yang dihasilkan oleh rice cooker. Salahkan Jepang, negara yang menemukan teknologi penanak nasi penghambat produksi tajin ini. Negara pertama inilah yang mengembangkan robot penanak nasi alias rice cooker. Rice cooker ditemukan pertama kali oleh tahun 1937 oleh tentara Jepang bernama Yoshitada Minami yang saat itu menggunakan wadah kayu tahan bocor dan diberi lempengan logam bertenaga listik di dalamnya. Lempengan logam tersebut berfungsi untuk memanaskan wadah kayu yang sudah terisi beras dan air di dalamnya. Lalu teknologi ini dikembangkan oleh Mitsubishi Electric Corporation pada tahun 1945. Pada tahun 1956 Toshiba Electric Corporation menyempurnakannya dengan membuat rice cooker dengan turn off otomatis, yaitu saat beras yang ditanak sudah matang, akan mati dengan sendirinya. Memang Jepang adalah pionir dalam pembuatan alat-alat robotic semacam ini, disamping juga termasuk unggul dalam penemuan-penemuan lainnya, seperti motor, mobil, bahkan industri film porno.

                Bagi saya, orang yang berasal dari suku Jawa, juga teman-teman wedangan RBI, yang juga mayoritas dari suku Jawa, nasi adalah makanan yang amat sangat pokok. Pokoknya nasi, kalo belum makan nasi ya belum sah kegiatan makannya. Obrolan tentang tajin ini ditutup saat Mas Is, yang mencegat Cak Cak Madura penjual sate. Lalu Mas Is ini menawari semuanya, apakah berminat juga sama sate lontong ini. Mas Prawira menolak dengan alasan dia tak marem kalo hanya makan lontong, harus nasi katanya. Mindset seperti inilah mungkin yang beberapa waktu lalu membuat salah satu Menko kita, saya kurang tahu juga menteri bagian apa, menganjurkan kita untuk diet nasi. Enak saja! Kalau mau diet, ya diet saja, tidak perlu ajak-ajak kami. Orang kami ini bekerja keras banting tulang buat beli beras, lalu ditanak jadi nasi kok, eh disuruh diet nasi! Kami tidak takut gemuk!

Seorang pekerja kantoran kelas rendahan yang suka ngobrol.