Tuesday, December 30, 2014

9 Penggalan Lirik Lagu Termaut

1.       “Sandiwarakah selama ini…”
Ini adalah penggalan lirik baris pertama dari lagunya Glenn Fredly yg berjudul Akhir Cerita Cinta.  Baru baris pertama saja sudah begitu. Saya gak bisa membayangkan bagaimana galaunya Mas Glenn saat itu.

2.       “You’re just like an angel, your skin makes me cry…”
Kayaknya hanya orang “gila” yang sanggup menulis bait tersebut. Lebih tepatnya hanya Thom Yorke yang bisa. Bagaimana kita bisa mengagumi wanita, sampai hanya dengan memandangi kulitnya saja kita bisa menangis?

3.       “Ooh..the wait was so worth it…”
Penggalan ini berasal dari A Beautiful Mess-nya Jason Mraz. Bagi saya, ini penggalan yg icik ehem sekali. Menunggu memang membosankan, tetapi  dengan menunggulah kita mendapatkan. Auuuuwwww….

4.       “Tear out my heart, feed it to Lions…”
Salah satu lagu favorit dari Five For Fighting berjudul Two Lights. Dengarkan saja lagunya. Sealbum sekalian, dengan judul yg sama. Sarat dengan kritik sosial.

5.       “He eo ji ji mothaneun yeoja, tteo na ga ji mothaneun namja…”
Kalo di translate ke bahasa inggris menjadi, “The Girl Who Can’t Break Up, The Boy Who Can’t Leave”. Saya baru tahu kalo Korea Selatan ada duo rap keren bernama Leessang. Saya kira cuma ada boyband-boyband lenjeh saja.

6.       I've tried so hard to tell myself that you're gone…”
Dengan suara dari mbak Amy Lee, lirik ini terdengar menjadi semakin menyakitkan. My Immortal menjadi salah satu lagu kehilangan yang paling menyedihkan menurut saya.

7.       “Fairytales don’t always have a happy ending, do they?”
Lagu putus ter’teteg’ yg pernah saya dengarkan. Dinyanykan oleh Fergie, tentunya dari Black Eyed Peas bukan Fergie yg pelatih sepak bola, Big Girls Don’t Cry menjadi salah satu favorit. Konon lagu ini tidak masuk album karena tidak cocok dengan tema, tapi tetap di paksa masuk karena valuenya yg tinggi.

8.       “Umpama tanganku dadi suwiwi, iki uga aku mesti enggal bali…”
Penggalan bait ini bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi “apabila tanganku jadi sayap, pasti aku sudah pulang”. Entah apa memang Didi Kempot menyanyikan lagu ini sepenuh jiwa atau bagaimana, penggalan lirik ini menjadi mistis. Ada rasa rindu disitu, ada harapan disitu, ada gombalan juga disitu. Mistis.

9.       “Shen Chiayi…..wo shen hua ni………”
Penggalan bait diatas mungkin bukan termasuk lirik lagu. Namun kata kata tersebut berada di interlude sebuah lagu OST dari You’re The Apple Of My Eye yg berjudul Those Year. Mengapa menjadi salah satu favorit saya?  Karena bila saya mendengarkan lagu ini, saya teringat filmnya, begitu juga sebaliknya.

Monday, November 3, 2014

Mengarungi Mimpi Bersama Supernova: Gelombang

“Kell”, ia memperkenalkan diri.
“Alfa”, Aku menyambut jabat tangannya.

            Kutipan diatas Saya ambil dari sebuah novel karya Dewi “Dee” Lestari berjudul Supernova: Gelombang. Mungkin bagi yang tidak mengikuti seri-seri sebelumnya, atau yang baru membaca seri terbaru Supernova ini, kutipan diatas tidak berarti apa apa. Tapi bagi Saya, dan semua yang mengikuti seri Supernova dari tahun 2001, kutipan diatas berarti segalanya. Kutipan diatas seperti palu yang menghantam Saya keras-keras (dan Saya bersedia dihantam lagi berkali-kali ^^). Kutipan diatas menggeser paradigma pembaca setianya sejak Supernova: Akar diterbitkan 12 tahun silam. Bisa dikatakan di seri Gelombang ini, teka-teki mulai muncul ke permukaan dan mulai terpecahkan. Namun tak sedikit yang beranggapan, termasuk Saya, bahwa teka-teki baru bermunculan dan siap untuk dipecahkan. Petualangan sebenarnya baru akan dimulai.
            Supernova: Gelombang menceritakan kehidupan seorang Alfa, tokoh utama dalam novel ini, dari dia kecil waktu di kampung halamannya sampai perjalanan dia dalam pencarian, dari Amerika Serikat sampai Tibet. Dalam novel ini Dee berkosentrasi kepada Alfa sama seperti saat di Supernova: Akar berkonsentrasi kepada Bodhi, Supernova: Petir berkonsentrasi kepada Elektra, Supernova: Partikel berkonsentrasi kepada Zarah. Seperti halnya seri-seri Supernova sebelumnya, Dee membawa kita bertualang. Ya! Bagi saya, membaca Supernova adalah bertualang. Melakukan perjalanan. Gelombang berawal dari Alfa dan kampung halamannya, Sianjur Mula Mula. Di bagian Sianjur Mula Mula ini, Dee menyisipkan sedikit komedi. Bagaimana tidak, pembaca dibuat bingung dengan penamaan tokoh utama di novel ini. Seperti yang Saya dan mungkin pembaca setia Supernova tahu, tokoh utama di seri Gelombang adalah Alfa. Lalu, siapa pula itu Ichon? Saya sempat kaget dan bingung dengan ini. Malah saya pikir Alfa dan Ichon adalah orang yang berbeda. Lalu terungkaplah komedi besar ini. Dengan tersangka utama Ayah dari Alfa yang typo saat menulis nama anaknya. Niatnya mau menamai seperti penemu bola lampu pijar, Thomas Alva Edison, “Alva” disini berubah menjadi “Alfa”. Ya, Thomas Alfa Edison, kemudian dipanggil Ichon. Bagi masyarakat Batak memang biasa menamakan anaknya dengan nama yang bukan lagi unik, melainkan ajaib. Saya pernah mendapat cerita dari seorang teman yang berasal dari tanah Batak, bahwa dia punya om yang namanya Pulpen. Dan marganya Purba. Pulpen Purba. Well, tidak usah sampai membayangkan dinosaurus yang sedang tanda tangan.
            Seperti yang sudah Saya bilang sebelumnya, Gelombang adalah tentang perjalanan dan petualangan. Alfa dan keluarganya pindah dari Sianjur Mula Mula menuju Jakarta. Dee tak menceritakan banyak tentang Alfa yang ada di Jakarta. Singkat kata, Alfa kembali bertualang menuju Amerika Serikat. Di sinilah Alfa berproses, dari mulai kuliah, bekerja sambilan, sampai akhirnya bekerja di salah satu firma di Wall Street. Di Amerika Serikat pula Alfa merasakan ada yang aneh, ada yang spesial dalam tidurnya, dalam mimpinya, setelah dia akhirnya bertemu dengan dokter yang menangani masalah gangguan tidur. Ternyata masalah Alfa adalah bukan pada tidurnya, melainkan pada pada mimpinya. Nah, bagi Anda yang pernah  menonton film garapan Christopher Nolan berjudul “Inception” dan menyukainya, Anda juga bakalan menyukai perjalanan Alfa menemukan dirinya sendiri melalui alam mimpi ini.

            Menurut saya buku ini layak untuk dibaca. Alangkah baiknya juga membaca seri-seri Supernova sebelumnya agar tidak terlalu banyak pertanyaan di benak anda. Siapa itu Bintang Jatuh, siapa itu Gio, siapa itu Isthar, siapa itu Kell. Atau bagi yang tertarik silakan membaca semua seri Supernova ini sebelum semua serinya dibikin film. Kenapa? Selami dahulu semua seri Supernova, lalu bandingkan dengan filmnya yang rilis 11 Desember kemarin. Anda akan tahu jawabannya. J

Sunday, September 28, 2014

Entah Serigala, Entah Asu

Entah serigala entah asu
Mereka berkumpul sekitarku
Dari malam tadi hingga sekarang hampir pagi

Entah serigala entah asu
Kupandang satu satu
Kupandang juga diriku

Entah serigala entah asu

Thursday, September 11, 2014

Kau Mengejar, Aku Menunggu

Dua tiket kereta sore sudah ditangan
Lambai tangan dan muka kusutmu menyambut di peron paling ujung
Mengapa telat, kata pertamamu. Sudah menunggu setengah jam dan hampir mati bosan, lanjutmu
Sebenarnya, kalau perkara tunggu menunggu ini mau diadu, kita berdua tahu siapa yang keluar sebagai pemenangnya, kan?

Perjalanan kereta sore hari memang paling enak dipandang
Walaupun agak rusak oleh isakmu yang turun naik di kuping kiriku
Ceritamu tentang kekasih yang lalu memang tak pernah habis keluar dari bibirmu
Kau selalu muluk jika bicara tentang cinta
Cinta itu beda dengan drama
Yang kau dapat darinya cuma drama
Itulah alasan kenapa kita ada di kereta sore ini
Aku menemanimu mengejar drama

Berlarilah, berlarilah sekencangmu. Jika sudah lelah, balikan badanmu, aku ada disitu.

Monday, September 8, 2014

Tuhan Para Kere

Ada yang tahu, Tuhan ada dimana?
Apakah Dia ada di kubah emas masjid raksasa?
Ataukah di alunan mantap sound system gereja?
Sayang aku tak pandai menerka.
Yang aku tahu, Tuhanku sederhana.
Kemarin kutemui dia ditengah para kere yang lagi ketawa bersama.

Tuesday, July 1, 2014

Maafkan Aku, Jika Aku Bau

Dik, maafkan jika aku bau
Seharian ini, keringatku dipaksa keluar untuk ditukarkan tiga lembar sepuluh ribu

Dik, maafkan aku, jika aku benar-benar bau
Bukannya aku tak mampu membeli minyak wangi, tapi minyak wangi tak bisa menjadi teman nasi, setahuku.

Dik, masihkah kau mau memelukku jika aku terlalu bau?
Karena sejatinya dipelukmu, adalah obat nyeri paling jitu, saat puyer gratis puskesmas hanya bungkusan tepung terigu

Saturday, March 29, 2014

Ironi Suara Yang Mati

Ha!
Disuruhnya aku mematikan lampu barang satu jam nanti malam.
Disuruhnya aku lebih bijaksana menggunakan sumber daya.
Disuruhnya aku naik bus kemana mana, bahkan jalan kaki sampai telapakku luka.
Disuruhnya aku bersepeda, karena katanya asap motorku melukai angkasa.

Tapi mereka lupa, mereka terpedaya orang orang yg punya kuasa.
Mati suara mereka di depan korporasi.
Mati suara mereka di depan korporasi.

Sunday, March 9, 2014

Kita Adalah Sepi

Aku melihat sepi sebagai kamu
Dan mungkin kamu meliha sepi sebagai aku

Kita sama sama membenamkannya melalui tawa
Dari tengah malam sampai sekarang, kita cuma tertawa
Aku tahu, tawamu yang paling juara sedunia
Tapi aku juga tahu, malam ini, tawamu, tawa kita, tak bernyawa

Aku melihat sepi sebagai kamu
Kamu mungkin juga melihat sepi sebagai aku
Kita terlihat saling menyakiti

Friday, March 7, 2014

Bapak Yang Tak Terlihat

Aku punya bapak yang tak terlihat
Kadang, aku ingin melihat bapak bicara
Bicara ditengah orang banyak, yang kesemuanya memperhatikan
Aku sampai bingung kalau ditanya bapakku kerjanya apa
Aku bilang, beliau orang terkenal, punya kedudukan, punya kekuasaan
Temanku cuma ketawa, mereka tentu tak percaya
Karena tak pernah dilihatnya bapakku oleh mereka

"Pak, keluarlah barang sebentar Pak!
Biar aku bisa pamer kalau aku punya bapak
Kalau bapakku orang terkenal, punya kedudukan, punya kekuasaan
Apa yang Bapak takutkan?
Kalau cuma takut Bapak punya rahasia dibongkar, lawan Pak!
Jangan cuma diam dan tak pernah kelihatan seperti ini
Kalau cuma takut Bapak punya rahasia bakal ketahuan, lawan Pak!
Paling tidak, Bapak sudah terlihat oleh aku punya kawan
Bahwa Bapakku pahlawan, walau pasti kesiangan!"


Untuk Pak Boed

Sunday, February 16, 2014

Ka(senja)ta

Dipalsukan benarmu oleh keadaan
Dikhianati percayamu oleh paksaan
Pejam matamu tak beroleh apa apa
Kencang jeritmu cuman alunan belaka

Tak bisa ya, kita mati saja tapi tak dosa?

Atau, habisi mereka saja. Dengan kata-kata.

Thursday, January 30, 2014

Pada Sebuah Pulang

Aku dandelion penyelam awang awang
Terbangku di kisahkan udara, melayangku dituturkan tiupan
Kemanaku, dibawa pergi kerelaan

Aku remah elektrik penyelam awang awang
Getarku di ejawantah langit malam, dipelihara auman kacangan penyair dadakan
Kemanaku, mengembara berasama harapan

Pada sebuah pulang
Dikalungkan nuansa nuansi kerinduan
Kapan kita benar benar pulang?

Friday, January 24, 2014

Tak Lebih Tinggi Derajatmu Dari Kera dan Lumba-lumba

Tak lebih tinggi derajatmu dari kera dan lumba-lumba
Ketika topeng monyet di lampu merah diberantas atas nama perlindungan

Tak lebih tinggi derajatmu dari kera dan lumba-lumba
Ketika sirip hiu, yg dijadikan sup sup dan dinikmati orang kaya itu, dilarang dalam nama perlindungan

Atau,
Tak lebih tinggi derajatmu dari kera dan lumba-lumba
Ketika lumba-lumba dilarang bersirkus di daerah daerah, yang dinantikan anak-anak kampung,
untuk dilihat secara langsung, sekali seumur hidup, sekali lagi, atas nama perlindungan.

Lalu,
Masih pedulikah kalian akan nasib bapaknya si Fajar?
Yang menghilang, gara gara terlalu lantang ia menyuarakan kebenaran.

Masih ingatkah kalian bahwa pernah ada kejadian di desa yg bernama Cikeusik?
Dimana atas nama Tuhan, mereka menyiksa sesamanya yang berbeda, sambil teriak teriak dan tertawa.

Tak lebih tinggi derajatmu dari kera dan lumba-lumba
Ketika kemanusian, dijadikan opsi kedua pencitraan.

Seorang pekerja kantoran kelas rendahan yang suka ngobrol.