Perkenalkan! Nama saya
Kobar. Dan saya adalah orang yang paling bahagia se-eks karesidenan Surakarta
saat ini. Mungkin bahagia bisa datang karena apa saja. Tapi bahagia Saya
bukannya tanpa sebab. Sebutlah saya melankolis, tapi dini hari itu, Saya sedang
dikelilingi orang-orang utusan Tuhan yang sedang gitaran dan menyanyikan dengan lantang lagu dari Backstreet Boys
berjudul “As Long As You Love Me”.
Saya adalah seorang pekerja
kantoran. Rutinitas dan tekanan membuat Saya hampir menjadi robot, zombie, atau
apapun itulah. Bangun jam 7 pagi, sarapan sembari nonton berita di TV, lalu
mandi. Jam setengah 8 berangkat ke kantor, jam 4 pulang. Begitu terus sampai
nanti, sampai ndak tau kapan.
Setidaknya itu yang saya rasakan 5 tahun terakhir ini. Bagi pekerja kantoran
seperti ini stres hampir menjadi momok yang setiap saat dapat datang
menghinggapi. Untuk itu biasanya para pekerja kantoran ini menyempatkan untuk refreshin. Bisa berupa travelling, shopping, atau hedon. Kalau saya melihat pola para pekerja kelas
menengah yang merangkak naik, jika mereka tamasya, mereka akan memilih tempat-tempat
yang lagi ngetren. Misal, bisa saja ke Raja Ampat, Bunaken, atau tempat lainnya
untuk menyelam. Kalau untuk pekerja kelas rendahan bisa saja tetap menyelam,
atau bahasa kerennya diving, namun lebih memilih spot yang lebih terjangkau.
Umbul Ponggok, Umbul Manten di daerah Klaten bisa menjadi destinasi. Untuk
masalah shopping, para pekerja kelas
menengah ini bisa saja pergi ke Singapura hanya untuk belanja. Atau memakai 3 cellphone sekaligus. Tentu dengan brand-brand kenamaan dan keluaran
terbaru pastinya. Bagi pekerja rendahan mereka biasa berbelanja, atau lebih
tepatnya jalan-jalan, ke mall yang berbasis kedaerahan. Kalau di kota saya,
Kota Solo dan eks karesidennya, mall model seperti ini menjamur. Luwes adalah
salah satu contohnya. Kalau di daerah agak timur Kota Solo, tepatnya di
Karanganyar ada tempat bernama Plasa Palur. Untuk hal berbau hedonisme, para
pekerja menengah yang berusaha mati-matian untuk merangkak naik ini biasanya
nongkrong di coffee shop yang American branded. Yang rasa kopinya sama
saja dengan rasa kopi sachetan namun dengan harga berkali-kali lipatnya. Atau
kalau dinner harus ke restoran dengan
masakan ala Korea, yang menurut Saya cara makannya susah dan cenderung membikin
mencret. Mungkin karena Saya yang kelewat udik atau perut Saya yang memang
bermental pribumi, jadi kurang bisa menerima makanan macam seperti itu. Atau
kalau tidak, clubbing pas weekend, joget dengan mulut penuh
jejalan alkohol. Atau, melihat konser band dari luar negeri. Walaupun tidak
tahu siapa band itu, maupun lagu-lagunya, yang penting nonton dulu. Buat
pekerja rendahan kayak Saya, boro-boro liat konser band luar negeri. Mending
buat nyicil angsuran motor. Dan untuk urusan hangout bagi Saya, cukup di wedangan. Dengan harga murah dan
terjangkau, wedangan juga memberikan bentuk refreshing yang lain buat Saya.
Yaitu pertemanan.
Di wedangan ini, tepatnya Wedangan RBI, saya bertemu dengan kawan-kawan
yang sepemikiran. Berawal dari obrolan yang ngalor-ngidul,
bonding ini terbentuk dengan
sendirinya. Mulai dari film, musik, sense
of humor, hingga ke politik, kita nyambung. Saya juga tak tahu, beririsan dengan mereka
kenapa bisa begitu menyenangkan. Mungkin di kehidupan yang lampau kita ini
sekawanan serigala mungkin, atau bisa juga di kehidupan lampau kita ini
saudara, satu ayah satu ibu. Atau karena kita mempunyai bahan obrolan yang
sama, walaupun dengan sudut pandang yang berbeda-beda pastinya.
Bagi Saya, mereka ini rumah. Yang mungkin kapan
saja bisa Saya singgahi. Dan kepada Kawan-kawan, sudilah kubangun rumah di hati
kalian masing-masing, dan ijinkan Saya untuk pulang ke dalamnya kapan saja.
:)
ReplyDelete:)
ReplyDelete