Ketika melihat dua kata di atas, eksistensi dan
kreatifitas, saya jadi bertanya-tanya. Sebenarnya, lebih dulu mana yang muncul
di permukaan, mana yang mengikuti, mana yang diikut. Apakah eksistensi atau
kreatifitas? Maksud saya begini. Kita harus kreatif agar bisa eksis, atau kita
harus eksis agar kelihatan kreatif?
Bukan tanpa sebab saya jadi
terlalu berpikitr serius terhadap dua kata tersebut. Pasalnya, beberapa waktu lalu,
Solo, kota tercinta saya baru saja mengadakan Konferensi Kota Kreatif atau
lebih keren dikenal dengan nama ICCC, Indonesia Creative Cities Conference dan
diikuti dengan ICCN Expo Creative Cities Market Place yang konon katanya
disupport habis-habisan oleh pemerintah dengan meggelontorkan dana yang tak
bisa dibilang sedikit. Pihak yang dipilih untuk menjalankan ICCN Expo dinilai cukup bagus
dalam mengelola acara tersebut. Apalagi dengan atribut serba orange, membuat
masyarakat Solo menoleh, barang satu atau dua detik. Sungguh sangat kreatif,
hanya dengan satu warna saja dapat membuat kita menoleh barang satu atau dua
detik. Walaupun di detik ketiga akhirnya mlengos,
itu urusan belakangan.
Geliat kreatifitas di kota Solo,
tempat saya tinggal, berkembang menjadi sangat pesat. Banyak industri kreatif
yang bermunculan mencari permukaan. Salah satunya adalah Cangwit Creative
Space. Apa itu Cangwit Creative Space? Bertempat di lantai 2 Pasar Pucang
Sawit, Cangwit Creative Space ini menjadi wadah industri kreatif anak muda
untuk unjuk karya. Cangwit Creative Space menyediakan beberapa los untuk
anak-anak muda Solo menyajikan produk-produknya. Saya kira barang yang akan
dijual di tempat ini hanya sebatas makanan dan minuman. Ternyata tidak,
berbagai produk selain makanan dan minuman juga tersaji dengan asyik di sini.
Produk-produk semacam woodwork, tas, handycraft, serta pakaian-pakaian hasil
buatan sendiri juga bertengger di sini. Tak hanya melulu disuguhi oleh
produk-produk tersebut, los-los di Cangwit Creative Space juga diisi oleh tenant yang berbasis komunitas, hobby
dan kecintaan terhadap sesuatu.
Sepertinya saya harus memberikan
apresiasi yang lebih terhadap pengelola Cangwit Creative Space ini. Usaha
mereka menghidupkan lantai 2 pasar yang mangkrak,
membuahkan hasil. Lobby kepada Dinas Pasar yang berkelanjutan mereka lakukan
agar diberi dana, setidaknya untuk membuat partisi-partisi di Pasar Pucang
Sawit lantai 2, berbuah manis. Pemerintah kota melalui Dinas Pasar bersedia
memberikan dana untuk pembuatan partisi-partisi tersebut. Walaupun jauh seperti
ekspektasi awal pengelola, tapi setidaknya sudah ada niat baik dari Pemerintah
Kota untuk bersinergi dengan pelaku usaha kreatif di Kota Solo. Kurasi
pengelola lakukan untuk menyaring tenant yang
akan unjuk karya di Cangwit Creative Space. Kurasi ini dilakukan untuk
menyaring produk, agar apa yang dijual nantinya, sejalan dengan tema Cangwit
Creative Space ini. Harapan saya sangat tinggi dengan adanya pasar kreatif ini.
Setidaknya, kaum muda dan kreatif Solo mempunyai wadah untuk berkreasi. Punya wadah
untuk melahirkan karya-karya, baik untuk kepentingan masing-masing maupun
kepentingan bersama membangun kota.
Kembali ke topik awal, pertanyaan
saya yang belum terjawab di atas sedikit demi sedikit mulai muncul jawabannya. Dengan
melihat gelagat Cangwit Creative Space dan pengelolanya, saya pikir eksistensi
akan mengikuti sendiri jika kita kreatif. Bagaimana tidak, saya tak tahu siapa
pencetus ide Cangwit Creative Space ini. Mereka bergerak dalam diam, berproses
dalam diam, tanpa perlu gembar-gembor di media kalau mereka ini ada, mereka ini
eksis. Mereka tak perlu berarak-arakan di sepanjang car free day dan meninggalkan sisa-sisa bungkus makanan untuk
menunjukkan bahwa mereka ada, mereka eksis. Mereka cukup memberikan Cangwit
Creative Space kepada khalayak untuk
menunjukan mereka ada dan beritikad membangun bersama kota tercinta mereka. Eksistensi
adalah buah dari kreatifitas. Celakalah bagi mereka yang hanya ingin eksis tapi
tak mau berkarya.
No comments:
Post a Comment