Friday, September 18, 2015

Catatan Seseorang Yang Gagal Menjadi Seniman

                Bisa dibilang terlalu berlebihan. Atau kalau kata orang sekarang lebay. Atau bisa dibilang juga kasihan, karena obsesi yang  tak kesampaian. Saya merasa sangat bahagia dapat menyaksikan acara yang bertajuk “Marikita #2” yang dihelat oleh kawan kawan UKM Band ISI Surakarta.

Dulu, setelah lulus SMA, hal yang paling saya ingini adalah masuk ke kampus ISI Surakarta. Lalu karena penyandang dana dan pemodal (baca: orangtua) tidak setuju, akhirnya mau tak mau saya harus mengikuti kehendak mereka untuk masuk ke kampus sebelahnya. Secara penampilan, bisa dibilang, saya adalah anomali di kampus saya. Rambut gondrong, celana sobek, sepatu yang tak bertemu air selama berbulan-bulan, dan rokok yang selalu ada di tangan. Tak jarang, banyak yang mengira saya adalah anak kampus ISI Surakarta, padahal saya mahasiswa kampus sebelahnya.

Sudahlah, itu dulu, dan saya juga tak menyesalinya. Sekarang, 7 tahun berikutnya, akhirnya saya “masuk”  ke kampus ISI. Bukan, bukan menjadi mahasiswanya. Tapi dikarenakan ada acara yang sering diselenggarakan oleh UKM Band ISI Surakarta, lalu saya menontonnya. Kalau tidak salah, saya sudah 3 kali menyaksikan acara yang diselenggarakan mereka. Yang pertama adalah launching merchandise berupa karak oleh sebuah band absurd nan menggemaskan bernama The Mudub. Singkatan dari Muka Dubur. Lalu selanjutnya adalah acara pergantian nama sebuah band psychedelic dari yang semula bernama Jollyroger, menjadi Teori. Lalu yang ketiga adalah Rabu, 16 September 2015 kemarin yang bertajuk Marikita #2, dengan semboyan “gigs-gigs’an sampai DO”.

Banyak band ajaib yang pernah mengisi acara di UKM Band ISI Surakarta. Seperti kemarin, band dari berbagai genre kumpul di sini. Mulai dari punk, rock, blues, sampai pop yang dibalut komedi. Acara dibuka oleh band bernama Endorfin, yang kemarin membawakan cover dari Radiohead. Awalan yang bagus dan memaksa saya untuk segera terpejam sembari menghisap kretek lebih dalam. Acara berlanjut, dan band penampil berikutnya adalah Huma Suara. Dentingan gitar dan suara sang vokalis, mengingatkan saya pada Franky & Jane, duo balada kakak beradik di era 70’an. Kritik sosial dan kepedulian terhadap alam menjadi tema yang mereka usung dalam berkarya. Dan penampil berikutnya adalah Hyper Allergic. Duo dari Surabaya ini membawakan karya mereka yang menurut saya magis malam itu. Entah saya tak tahu alat musik apa yang mereka gunakan, maklum saya gaptek dan awam, namun saya cukup tersihir dengan bebunyian yang MC sebut sebagai noise yang bereka suguhkan kepada para penonton. Lalu berikutnya yang gantian menyuguhkan penampilan adalah In Made. Band dengan vokalis yang sangat powerful ini membawakan lagu karya mereka sendiri dan cover dari Foo Fighters, band dari nabi saya Dave Grohl. Giliran Teori yang menyuguhkan penampilan. Prima seperti biasanya. Hampir di setiap gigs, mereka memukau para penonton. Band yang menurut saya sudah matang dan siap petik ini tinggal tunggu waktu untuk bersinar.  Lalu kemudian ada Jhonny Holiday yang beraliran punk, yang kemarin membawakan beberapa lagu ciptaan mereka sendiri. Dengan performa yang ciamik dan semangat membakar, Jhonny Holiday mampu membuat penonton berlonjak. Tak hanya berlonjak, saya juga melihat ada beberapa penonton yang terus menerus bergoyang sembari melompati pohon tetehan yang biasa digunakan untuk pagar. Bisa apa kita jika alkohol dan punk bertemu? Waktu sudah menunjukan pukul 23.15 saat band terakhir naik. Larut memang, namun semangat para penikmat tak ikut surut. The Mudub, sebuah band yang mengklaim diri mereka sendiri beraliran pop dramatic. Saya tak paham dramatic-nya dimana. Yang saya paham adalah, band ini berhasil menggabungkan lagu-lagu mereka yang gemuk akan tema yang dekat dengan keseharian dengan aksi panggung yang kocak tiada tanding.

Yang saya lihat adalah Solo, khususnya teman-teman di UKM Band Isi Surakarta, mempunyai talenta yang luar biasa. Saya ulangi, LUAR BIASA. Secara materi, konsep, dan aksi panggung, mereka tak lagi saya ragukan. Kalau menurut saya yang kurang hanya satu. Sombong. Ya, mereka kurang show off kemampuan mereka. Menurut saya, mereka ini adalah band-band matang. Pernah suatu saat saya mengajak seorang teman untuk melihat penampilan mereka. Komentar teman saya adalah “Bajingan, apik men iki band-e. Iki band anyar po? Kok aku ra tau ngerti?” Entah teman saya yang kurang bergaul atau band tersebut jarang keluar. Mungkin ini saatnya Solo mempunyai band-band kelas. Saya bermimpi melihat suatu acara musik di Solo, dan diisi oleh band-band dari Solo sendiri, tak perlu lagi mengundang dari kota sebelah, atau ibukota.


Mungkin itu jangka panjang, atau mimpi besar kedepan, tapi bagi saya pribadi, acara-acara semacam Marikita #2 yang diselenggarakan UKM Band ISI Surakarta kemarin sudah cukup. Acara seperti kemarin semacam oase, semacam suntikan insulin, semacam escape saya dari rutinitas. Jadi saya harap teman-teman dari UKM Band ISI Surakarta terus menerus menyelenggarakan acara macam kemarin. Karena kalian, saya bisa lebih hidup, bukan hanya seonggok daging menjelma robot yang terjebak dalam samsara bernama rutinitas.


Seorang pekerja kantoran kelas rendahan yang suka ngobrol.