Monday, December 28, 2015

Kau Cantik Jika Tak Memakai Apa Apa

Benar, kau cantik jika tak memakai apa-apa
Kurasa tak ada apapun di dunia yang bisa menambah kadar cantikmu
Tak juga celana jinsmu
Tak juga kaos warna pastelmu
Tak juga sepatu hak tinggimu
Tak juga maskara itu
Tak juga lipstik merah itu
Tak juga anting imitasi itu
Tak juga persepsi-persepsimu
Tak juga argumentasi keras kepalamu
Tak juga prinsip-prinsip setengah matang itu
Tak juga ragu-ragu tak beralasan itu
Tak juga kenangan lalumu itu
Kau sungguh lebih cantik jika tak memakai apa-apa
Lepaskan semua, mari benar-benar bercinta

Tuesday, December 1, 2015

Cangwit : Eksistensi Kreatifitas

Ketika melihat dua kata di atas, eksistensi dan kreatifitas, saya jadi bertanya-tanya. Sebenarnya, lebih dulu mana yang muncul di permukaan, mana yang mengikuti, mana yang diikut. Apakah eksistensi atau kreatifitas? Maksud saya begini. Kita harus kreatif agar bisa eksis, atau kita harus eksis agar kelihatan kreatif?
                Bukan tanpa sebab saya jadi terlalu berpikitr serius terhadap dua kata tersebut. Pasalnya, beberapa waktu lalu, Solo, kota tercinta saya baru saja mengadakan Konferensi Kota Kreatif atau lebih keren dikenal dengan nama ICCC, Indonesia Creative Cities Conference dan diikuti dengan ICCN Expo Creative Cities Market Place yang konon katanya disupport habis-habisan oleh pemerintah dengan meggelontorkan dana yang tak bisa dibilang sedikit. Pihak yang dipilih untuk  menjalankan ICCN Expo dinilai cukup bagus dalam mengelola acara tersebut. Apalagi dengan atribut serba orange, membuat masyarakat Solo menoleh, barang satu atau dua detik. Sungguh sangat kreatif, hanya dengan satu warna saja dapat membuat kita menoleh barang satu atau dua detik. Walaupun di detik ketiga akhirnya mlengos, itu urusan belakangan.
                Geliat kreatifitas di kota Solo, tempat saya tinggal, berkembang menjadi sangat pesat. Banyak industri kreatif yang bermunculan mencari permukaan. Salah satunya adalah Cangwit Creative Space. Apa itu Cangwit Creative Space? Bertempat di lantai 2 Pasar Pucang Sawit, Cangwit Creative Space ini menjadi wadah industri kreatif anak muda untuk unjuk karya. Cangwit Creative Space menyediakan beberapa los untuk anak-anak muda Solo menyajikan produk-produknya. Saya kira barang yang akan dijual di tempat ini hanya sebatas makanan dan minuman. Ternyata tidak, berbagai produk selain makanan dan minuman juga tersaji dengan asyik di sini. Produk-produk semacam woodwork, tas, handycraft, serta pakaian-pakaian hasil buatan sendiri juga bertengger di sini. Tak hanya melulu disuguhi oleh produk-produk tersebut, los-los di Cangwit Creative Space juga diisi oleh tenant yang berbasis komunitas, hobby dan kecintaan terhadap sesuatu.
                Sepertinya saya harus memberikan apresiasi yang lebih terhadap pengelola Cangwit Creative Space ini. Usaha mereka menghidupkan lantai 2 pasar yang mangkrak, membuahkan hasil. Lobby kepada Dinas Pasar yang berkelanjutan mereka lakukan agar diberi dana, setidaknya untuk membuat partisi-partisi di Pasar Pucang Sawit lantai 2, berbuah manis. Pemerintah kota melalui Dinas Pasar bersedia memberikan dana untuk pembuatan partisi-partisi tersebut. Walaupun jauh seperti ekspektasi awal pengelola, tapi setidaknya sudah ada niat baik dari Pemerintah Kota untuk bersinergi dengan pelaku usaha kreatif di Kota Solo. Kurasi pengelola lakukan untuk menyaring tenant yang akan unjuk karya di Cangwit Creative Space. Kurasi ini dilakukan untuk menyaring produk, agar apa yang dijual nantinya, sejalan dengan tema Cangwit Creative Space ini. Harapan saya sangat tinggi dengan adanya pasar kreatif ini. Setidaknya, kaum muda dan kreatif Solo mempunyai wadah untuk berkreasi. Punya wadah untuk melahirkan karya-karya, baik untuk kepentingan masing-masing maupun kepentingan bersama membangun kota.

                Kembali ke topik awal, pertanyaan saya yang belum terjawab di atas sedikit demi sedikit mulai muncul jawabannya. Dengan melihat gelagat Cangwit Creative Space dan pengelolanya, saya pikir eksistensi akan mengikuti sendiri jika kita kreatif. Bagaimana tidak, saya tak tahu siapa pencetus ide Cangwit Creative Space ini. Mereka bergerak dalam diam, berproses dalam diam, tanpa perlu gembar-gembor di media kalau mereka ini ada, mereka ini eksis. Mereka tak perlu berarak-arakan di sepanjang car free day dan meninggalkan sisa-sisa bungkus makanan untuk menunjukkan bahwa mereka ada, mereka eksis. Mereka cukup memberikan Cangwit Creative Space kepada khalayak  untuk menunjukan mereka ada dan beritikad membangun bersama kota tercinta mereka. Eksistensi adalah buah dari kreatifitas. Celakalah bagi mereka yang hanya ingin eksis tapi tak mau berkarya.

Seorang pekerja kantoran kelas rendahan yang suka ngobrol.